Shalat Tarawih dibulan ramadhan ini termasuk Qiyamul lail atau dapat disebut juga dengan shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi para saudara se iman, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Adapun shalat tarawih tidak ada syarat untuk tidur terlebih dahulu, shalat tarawih itu hanya khusus dikerjakan atau dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas ahli fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah/pernah tidur dan bangun pada tengah malam. Dan dapat dilaksanakan malam-malam mana saja.
Kesepakatan para ulama bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad, yang artinya "sangat dianjurkan". Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah baligh. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam yang mempunyai pahala yang berlipat ganda.
Pendapat Imam Asy Syafi’i, bahwa mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah, yang sebagaimana dilakukan oleh Umar bin Al Khattab dan para sahabat. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan shalat ‘idul Fitri.
KEUTAMAAN SHALAT TARAWIH
Sangatlah banyak keutamaan didalam shalat tarawih yang kita semua laksanakan sebulan penuh di bulan Ramdhan yang penuh berkah dan ampunan. Mari kita simak ada beberapa keutamaan shalat tarawih yang perlu sekali untuk saudara semua ketahui dibawah ini:
Pertama, Kita semua akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.
Dalam hadist Nabi Muhammad Saw, mengatakan bahwa “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. Hadist ini diriwayatkan Dari Abu Hurairah.
Hadis tersebut memberitahukan bahwa melaksanakan shalat tarawih dengan istiqamah bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.
Yang di maksud “pengampunan dosa” dalam hadis diatas adalah bisa mencakup dosa besar maupun dosa kecil berdasarkan tekstual hadis, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun pendapat yang dinyatakan oleh An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.
Kedua, Melaksanakan shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Artinya shalat tarawih secara berjama'ah yang dipimpin oleh imam shalat. Diperkuat dengan Hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
"Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh". Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.
Ketiga, Melaksanakan shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.
Para ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu/wajib. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.
Shalat Tarawih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, mengabarkan bahwa beliau pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.”
Putri Rasulullah Saw, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”
Pendapat ulama As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadis shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadis shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi Saw adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib atau dikira shalat fardhu.
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan bahwa, “Tidak ada satu hadis shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadis yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadis yang sangat-sangat lemah.”
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadis Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah Saw shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadis itu adalah dho’if. Hadis ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.”
JUMLAH RAKA'AT SHALAT TARAWIH YANG DI ANJURKAN
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis yang telah lewat. Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764).
Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Rasulullah Saw adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Di antara dalilnya adalah ‘Aisyah mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”
Dari ulasan hadist diatas menunjukkan bahwa di sunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu.
Apakah Boleh Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?
Mayoritas para ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan bahwa, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.”
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil dibawah ini:
Mayoritas para ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan bahwa, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.”
Pertama, Rasulullah Saw ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
Kedua, Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).”
Ketiga, Sabda Nabi Muhammad SAW,
فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.” Dalil-dalil ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa kita dibolehkan memperbanyak sujud (artinya: memperbanyak raka’at shalat) dan sama sekali tidak diberi batasan.
Keempat, pilihan Nabi Saw yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas. Alasan pertama, perbuatan Nabi Saw tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana kaidah yang diterapkan dalam ilmu ushul. Alasan kedua, Nabi Saw tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi Saw dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi Saw adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang.Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.”
Alasan ketiga, Nabi Saw tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada dalil yang bertentangan.
Kelima, Nabi Saw biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama. Akhirnya, Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.”
Keenam, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam? Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik? Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang lebih banyak.
Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi Saw. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama).
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah raka’atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam. Semoga pembahasan kali ini dapat menambah wawasan mengenai keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadhan. Dan terima kasih sudah berkunjung dan mohon maaf jika ada kekurangan. Silahkan jika anda membagikan artikel ini ke teman anda di sosial media.